Buleleng, LAKSARA.ID – Sebanyak 200 tanaman bonsai ikut meramaikan Buleleng Bonsai Festival yang diselenggarakan di Taman Kota Singaraja. Peserta event yang menampilkan aneka bentuk dan ‘kecantikan’ tanaman ‘kerdil’ tersebut, berasal dari perwakilan komunitas bonsai dari seluruh Bali.
Kegiatan ini diselenggarakan dalam rangka menyambut Hari Ulang Tahun (HUT) ke-419 Kota Singaraja yang jatuh pada 30 Maret mendatang. Buleleng Bonsai Festival digelar selama satu minggu mulai tanggal 12 sampai 18 Maret 2023.
Buleleng Bonsai Festival kali ini dibuka langsung oleh Penjabat (Pj) Bupati Buleleng Ir Ketut Lihadnyana MMA di Taman Kota Singaraja, Senin (13/3/2023). Turut hadir dalam acara tersebut, Pimpinan SKPD lingkup Pemkab Buleleng, Direktur BUMD Buleleng, dan pencinta tanaman bonsai yang ada di Kabupaten Buleleng.
Ditemui usai membuka acara, Pj Bupati Buleleng Ketut Lihadnyana mengatakan, semenjak pandemi Covid-19 melanda, para pecinta tanamam bonsai berkembang. Menurutnya, itu terjadi dikarenakan pembatasan kegiatan di luar rumah, sehingga warga masyarakat melakukan kegiatan produktif yang dapat mengisi hari-hari, seperti menghias rumah dengan tanaman bonsai.
“Adanya pandemi Covid-19 kemarin justru ini lebih berkembang. Selain bonsai, ada pertanian hidroponik, itu berkembang kembali. Setelah itu UMKM berkembang pesat. Itu sisi positif dari kemarin ada pandemi Covid-19,” tuturnya.
Pj Bupati Lihadnyana menambahkan, saat ini tanaman bonsai bukan hanya menjadi hobi, tapi juga telah berkembang pada sektor bisnis. Ini terbukti dengan harga tanaman bonsai yang terbilang cukup mahal.
“Karena begitu pesatnya perkembangan bonsai di Buleleng, maka perlu kita wadahi. Perlu difasilitasi dalam bentuk event tahunan. Mungkin nanti dibuat rutin, menjelang HUT Kota Singaraja,” ucapnya, bersemangat.
Pj Bupati juga berkesempatan untuk memilih satu tanaman bonsai sebagai tanaman terfavorit. Dan pilihannya jatuh pada tanaman bonsai sentigi yang menurutnya bonsai tersebut memiliki tingkat perawatan yang sangat susah.
“Yang pertama karena itu adalah sentigi. Sentigi itu paling susah dirawat dibandingkan dengan kimeng, sanca, yang berikutnya agak susah juga enting putri. Kalau dibandingkan dengan loa, itu lebih susah lagi. Itu harus diberikan air laut, kalau tidak harus diberi garam air (untuk menyiram) sampai sehebat, sebagus begitu. Tingkat kesulitannya tinggi,” ujar Lihadnyana yang paham bentul tentang perawatan tanaman ‘kerdil’.
Sementara itu, Ketua Panitia Buleleng Bonsai Festival Ketut Windu Saputra mengatakan, perkembangan bonsai sebenarnya diikuti dengan kontes atau pameran. Tanpa itu, perkembangan bonsai tidak begitu pesat.
“Karena perputaran ekonomi itu pasti dasarnya dengan kontes atau pameran. Makanya harapan dari kita sehobi semuanya, pada Pemkab Buleleng khususnya, pada instansi-instansi semuanya, kita diagendakan untuk setiap tahun berpameran, yah..minimal ikutlah untuk menyambut HUT Kota Singaraja,” katanya.
Ia menceritakan, tanaman bonsai yang ikut dalam event ini diperkirakan memiliki harga jutaan. Harga tersebut dihitung mulai dari pot hingga jenis dan bentuk tanaman. “Paling murah ada yang satu juta rupiah. Tidak ada yang di bawah satu juta. Potnya saja 300 ribu, apalagi yang keramik,” ungkapnya.
Masih kata Windu, pepohonan yang digunakan untuk bonsai dalam event ini didominasi tanaman hasil dari budidaya. “Dari persentase yang saya baca, di sini hanya 30 persen dari alam, 70 persen dari proses budidaya. Karena di Singaraja sendiri dari tahun 1995 sudah ada budidaya bonsai. Kalau sekarang di alam sudah tidak ada, makanya kita paparkan hari ini untuk jaga alam, kita bermain di budidaya,” ujar Windu, menyampaikan. (LA-Yog)