Jakarta, LAKSARA.ID – Drupadi menggugat kesewenangan-wenangan kekuasaan laki-laki yang hampir selalu memperlakukannya secara tidak hormat. Perempuan dalam kisah Mahabharata itu bahkan melawan seluruh tindakan dan keputusan yang telah ditetapkan oleh raja dan para suaminya. Ia tidak ingin pelecehan terhadap dirinya berlangsung terus sampai di masa kini. Gugatan dan perlawanan Drupadi itu bisa disaksikan dalam lakon bertajuk Teater Monolog Drupadi, Sabtu (3/6/2023) pukul 20.00 WIB di Gedung Kesenian Jakarta (GKJ), Pasar Baru, Jakarta Pusat.
Lakon ini ditulis seniman Putu Fajar Arcana, yang sekaligus menjadi sutradara pertunjukan. Sejauh ini, seluruh persiapan pementasan telah dilakukan selama hampir tiga bulan di Denpasar, Bali. Menurut Produser Joan Arcana, Arcana Foundation yang ia dirikan sejak tahun 2011 selalu konsisten menangkap isu-isu aktual untuk kemudian dipresentasikan ke atas pentas. Saat ini, katanya, peristiwa tentang para perempuan yang mengalami kekerasan seksual dan dilecehkan seolah terus menderas tanpa henti. “Hukuman rupanya tak menjerakan para pelaku. Kekerasan seksual terhadap perempuan terus-menerus terjadi, di mana-mana. Ini memprihatinkan kami,” kata Joan, Sabtu (20/5/2023) di sela-sela latihan Drupadi di Denpasar, Bali.
Joan menyebutkan beberapa peristiwa mengenaskan yang dialami para perempuan di Bandung, Bekasi, Jakarta, Sumatera Barat, dan beberapa daerah lain di Indonesia. Ia merasa bahwa harus ada cara lain untuk memberdayakan perempuan dan menggugah kesadaran para lelaki. Pementasan teater, katanya, menjadi salah satu metode yang bisa dimanfaatkan untuk mengetuk kesadaran bersama, tentang betapa pentingnya menghargai dan menghormati perempuan. Namun, katanya, semua gugatan dan perjuangan itu tidaklah dalam kerangka saling mengalahkan. “Setidaknya perempuan diletakkan dalam posisi terhormat,” kata dia. Teater monolog Sutradara Putu Fajar Arcana mengatakan ia ingin menyajikan bentuk teater yang akrab dengan seluruh elemen penginderaan dalam diri manusia. Secara visual, para penonton akan diajak bertualang menikmati keindahan lanskap yang disajikan teknologi multimedia.
Selain itu, secara auditif ia akan mengajak para penonton menyimak dan mendengar lagu, yang digubah oleh musisi dan aktris film Ayu Laksmi. Putu Fajar Arcana sejak awal telah memilih Ayu Laksmi untuk menggubah lirik-lirik yang ia tulis untuk pementasan Drupadi. Menurutnya, nuansa musik yang digarap Ayu pas dengan suasana yang ingin dia bangun dalam pementasan Drupadi. “Ayu itu berhasil memadukan musik dunia dengan materi kekayaan etnik yang kita miliki. Lakon ini juga berangkat dari kekayaan tradisi yang kita miliki, tetapi dipresentasikan dengan platform yang akrab dengan generasi di masa kini,” kata Putu, yang akbrab disapa Bli Can ini.
Bentuk teater monolog yang ia pilih, tambahnya, dalam rangka menyederhanakan penyampaian curhatan yang diungkapkan Drupadi sepanjang pertunjukan. Namun, monolog Drupadi diperkuat dengan eksplorasi tari yang digarap koreografer internasional Jasmine Okubo, serta musik oleh Kadapat. Khsusus tentang Kadapat, Bli Can mengatakan digawangi oleh Yogi dan Barga, dua anak muda Bali yang menguasai musik tradisi, tetapi mengeksplorasinya melalui teknologi musik digital.
Ayu Laksmi mengatakan ia sungguh beruntung mendapatkan lirik yang kaya akan makna. “Indah sekali, saya jadi mudah menggubahnya menjadi nyanyian,” katanya. Menurut pemeran Ibu dalam film Pengabdi Setan ini, menciptakan lagu yang diperuntukkan bagi sebuah pementasan agak berbeda dengan menyiapkan sebuah album. Semua lirik yang diberikan penulis naskah, ujar Ayu, merupakan satu rangkaian dengan cerita. “Jadi saya harus menangkap nuansa pentas, lalu mencari warna yang tepat agar menghasilkan lagu yang pas dengan bentuk pertunjukan,” ujar Ayu Laksmi.
Sementara itu Jasmine Okubo mengungkapkan ia mengajak para penari sarat pengalaman dan prestasi dalam proyek pementasan Drupadi. Di antaranya ada penari muda bernama Thaly Kasih, yang pernah bermain dalam film The Seen and Unseen, garapan sutradara Kamila Andini. “Dia berbakat sekali, karena itu layak diberi kesempatan mengembangkan bakatnya,” tutur Jasmine, koreografer berdarah Jepang, tetapi lahir di Turki.
Menurut Joan Arcana, pertunjukan ini bisa dihelat berkat dukungan Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, serta Indonesia Kaya. Selain itu masih terdapat para donatur yang merasa berkepentingan untuk menyuarakan isu-isu seputar kaum perempuan. (LA-Yog)