Denpasar, LAKSARA.ID – Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana menyelenggarakan FIB Research Talk (FreTalk) XII secara hybrid di ruang Dr. Ir. Soekarno, Gedung Poerbatjaraka, FIB Unud, Senin ( 30/05/2022 ).
Acara ini diselenggarakan sebagai upaya publikasi hasil-hasil penelitian dosen di FIB, Unud. Hadir dalam acara ini yaitu, Dekan FIB Unud, Wakil Dekan I FIB Unud, Ketua dan Sekretaris UP2M FIB Unud, beserta para dosen di seluruh program studi di FIB, Unud.
FIB Reasearch Talk (FreTalk) XII mengusung tema “Barong, Bebarongan, Atraksi Barong dalam Perspektif Metode Genealogi”. Dalam acara ini, hadir sebagai pembicara, yaitu Dr. I Nyoman Wijaya, dosen Program Studi Sejarah FIB Unud. Acara dipandu oleh Fransiska Dewi Setiowati, S.S., M.Hum., dosen Program Studi Sejarah FIB Unud.
Acara dibuka oleh Dekan FIB Unud, Dr. Made Sri Satyawati, S.S., M.Hum. Dalam sambutannya, Dekan FIB menyampaikan bahwa ke depan diharapkan hasil penelitian dari para dosen dapat dipublikasikan pada jurnal ilmiah bereputasi atau dapat pula diwujudkan ke dalam bentuk buku ajar. “Ke depan, saya berharap hasil penelitian dosen dapat diwujudkan ke dalam bentuk buku ajar dan dipublikasikan secara ilmiah melalui jurnal bereputasi sehingga dapat digunakan sebagai bahan pengajaran di kelas”, tegasnya.
Dalam pemaparannya, Dr. I Nyoman Wijaya mengajukan sebuah pertanyaan tentang bagaimana terbentuknya pengetahuan yang menjadi landasan terjadinya transformasi barong dari situs arkeologi ke ritus budaya dan atraksi wisata. Terbentuknya pengetahuan tersebut dilandasi dengan metode genealogi, yaitu genealogi kekuasaan dan arkeologi pengetahuan.
Genealogi kekuasaan berusaha membongkar pengetahuan yang tersembunyi rapi dalam suatu wacana. Pembongkaran tersebut dilakukan dengan memakai teori Reasi Kuasa-Pengetahuan Foucault sebagai landasan berpikir. Relasi tersebut dapat ditelusuri dengan melihat relasi antara konsep wacana, pengetahuan, kekuasaan, kebenaran dan disiplin.
Arkeologi pengetahuan menggunakan arsip-arsip tersembunyi, lisan maupun tertulis untuk mencari dan menemukan diskontinuitas dalam sejarah berupa patahan, retakan, kebetulan, keterputusan, dan transformasi. Arkeologi pengetahuan juga menjelaskan pembentukan wacana yang telah menghasilkan bidang-bidang pengetahuan.
Dr. I Nyoman Wijaya memaparkan lebih lanjut, bahwa akibat adanya diskontinuitas pemahaman, masyarakat tidak lagi memahami barong hanya sebagai sebuah ukiran di mulut goa, melainkan ritus-ritus bebarongan dan atraksi pariwisata. Menonjol atau tidaknya transformasi dalam ritus bebarongan, ditentukan oleh kuat tidaknya desakan diskursus-diskursus yang muncul di zamannya.
Hal itu tentunya sekaligus menunjukkan kondisi dasar pengetahuan orang-orang yang diberi kuasa istimewa berbicara atas nama peradaban Bali di zamannya.
Menariknya topik pembahasan yang dibawakan oleh Dr. I Nyoman Wijaya, membuka banyak ruang diskusi selama acara. Diskusi berlangsung hangat dengan hadirnya beberapa pertanyaan terkait materi. (LA-010)
Sumber: www.unud.ac.id