Denpasar, LAKSARA.ID – Guna meningkatkan pencapaian indikator kinerja utama dan internasionalisasi program Studi Sosial-Humaniora, Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Udayana selenggarakan “Semiloka The European Credit Tranfer and Accumulation System (ECTS)”. Semiloka dihadiri Wakil Rektor Bidang Akademik Unud, Ketua dan Sekretaris LP3M, Dekan/Wakil Dekan dari FEB, FH, FIB, dan F.Par, para koprodi, dan ketua task force dari 14 prodi yang dipersiapkan untuk akreditasi FIBAA. Acara ini dilaksanakan di Ruang Senat Gedung Agrokomplek Kampus Unud Sudirman Denpasar. Rabu, (23/3/2022).
LP3M sebelumnya juga telah mengadakan sosialisasi tentang akreditasi internasional FIBAA, dan Workshop yang terkait dengan penulisan laporan evaluasi diri mengacu pada FIBAA. Semiloka yang dilaksanakan hari ini mendiskusikan proses perhitungan konversi ECTS beban studi mahasiswa. ECTS merupakan sistem transfer kredit dari European Higher Education Area (EHEA) untuk membuat studi dan kursus menjadi lebih transparan dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan tinggi di Eropa. Perhitungan konversi ini perlu dilakukan untuk menetapkan konversi beban studi SKS ke ECTS, agar badan akreditasi FIBAA atau yang lainnya yang berasal dari Eropa (ASIIN, AQAS, dll) dapat menilai beban kuliah setiap strata pendidikan di Indonesia. Konversi ini juga diperlukan sehingga prodi dapat melakukan konversi SKS ke ECTS untuk mahasiswa yang akan atau sudah menempuh pendidikan tinggi di Eropa atau sebaliknya.
Semiloka diawali dengan laporan dari ketua LP3M Ir. I Nengah Sujaya, M.Agr.Sc.,Ph.D. yang menyampaikan bahwa dalam rangka menyiapkan akreditasi internasional diperlukan pembuatan curriculum overview yang membutuhkan konversi beban studi mahasiswa di Indonesia dalam satuan SKS ke dalam kredit ECTS, sehingga 14 prodi dari 4 fakultas yang akan maju akreditasi FIBAA perlu menyamakan persepsi tentang angka konversinya.
Sementara itu Wakil Rektor Bidang Akademik Prof. Dr. Ir. I Gede Rai Maya Temaja, MP dalam sambutannya menekankan kembali bahwa Universitas Udayana masih tertinggal jauh dalam akreditasi internasional, sehingga memerlukan kerja keras semua pihak. Dan dalam kaitan dengan kredit transfer, beliau yakin semua prodi sudah mencermati dan meskipun ada beberapa perbedaan pendapat, diharapkan dalam semiloka ini, masalah konversi beban studi mahasiswa ini akan disepakati dengan titik temu yang berbasis argumentasi yang masuk akal dan dasar hukum yang benar.
Dalam semiloka ini juga diisi pemaparan oleh narasumber yakni Prof. Ida Bagus Putra Yadnya yang membuka pemaparan dengan analogi penyetaraan berat logam dan kapas atau nilai tukar mata uang, dimana permasalahan konversi ini lebih pada perlunya penyamaan persepsi masalah bobot atau beban studi antara mahasiswa di Indonesia dan di Eropa. Selanjutnya Prof. Putra Yadnya menyampaikan penjelasan detail tentang definisi ECTS, proses perhitungan beban studi mahasiswa berbasis SKS (50 menit proses belajar, 60 menit penugasan terstruktur, dan 60 menit belajar mandiri) per minggu dan setelah perhitungan total selama satu semester diperoleh konversi 1 SKS = 1,6 ECTS.
Setelah melalui diskusi dengan semua peserta, semiloka menyepakati konversi beban studi yang digunakan adalah 1 SKS = 1,7 ECTS. Hasil dari semiloka ini akan digunakan sebagai acuan konversi bagi 14 prodi yang akan mengajukan akreditasi FIBAA, sehingga beban studi total mahasiswa dapat dikonversi menjadi beban studi dalam ECTS sehingga badan akreditasi dari Eropa dapat melakukan evaluasi dan asesmen terhadap prodi-prodi di Universitas Udayana. (www.unud.ac.id)