Buleleng, LAKSARA.ID – Udara sejuk terasa menyegarkan dirasakan pengunjung saat melakukan lawatan di hamparan perkebunan kopi yang luas, yang terletak di Kabupaten Buleleng.
Perkebunan kopi ini adalah milik petani Wayan Inwan. Ketika ditemui, Wayan Inwan tampak fokus memantau kopi-kopi yang telah matang dari pepohonan kopi yang lebat dan tumbuh subur.
Bersama dengan para pekerjanya, petani paruh baya itu mengelilingi kebun kopi yang berlokasi di Dusun Amerta Sari, Desa Pegayaman, Kecamatan Sukasada, Buleleng. Kebun kopi ini mencakup sekitar 100 hektar lahan dengan sekitar 1.800 pohon kopi per hektare. Asal tahu saja, hasil panennya pun bisa merambah mancanegara di benua Eropa dan Amerika.
Inwan sendiri memiliki 7 hektare lahan, di mana 5 hektar digunakan untuk kebun kopi dan sisanya adalah lahan pribadi. Penggarapannya dilakukan atas nama Kelompok Tani Sari Mekar, dengan Inwan sebagai ketuanya. Dirinya bertekad untuk meneruskan semangat petani kopi yang telah diwariskan oleh para pendahulunya.
“Ini warisan nenek moyang kami, sudah sejak dulu keluarga kami menanam kopi lokal,” imbuhnya.
Sejak tahun 2004 silam, Inwan telah melakukan peremajaan kebun kopi dengan memperkenalkan berbagai varietas seperti Sigararutang, S796, Kopi Kopyor, dan Kopi Yellow. Dirinya juga sedang mengembangkan Kopi Gayo di lahan miliknya.
Pertanian kopi tidak dijalani tanpa halangan. Inwan menyebutkan tantangan terbesar yaitu hasil panen yang terdampak cuaca buruk pada tahun 2020 lalu. Meski begitu, Inwan tetap optimis. Bisnis kopi tetap terbilang menjanjikan jika dilakukan dengan serius dan perawatan yang tepat, terutama dengan harga kopi yang kini semakin membaik.
“Harga kopi kering bisa mencapai Rp 85 ribu hingga Rp 120 ribu per kuintal, tergantung pada perawatan organiknya,” katanya.
Kelompok Tani Sari Mekar telah mendapatkan sertifikat organik dari Control Union di Belanda serta sertifikat Rain Forest untuk praktik pertanian ramah lingkungan. Menurut Inwan, hal ini memungkinkan kopi mereka diekspor ke pasar internasional seperti Amerika Serikat, Belanda, dan Perancis melalui eksportir PT. Indokom. Pihaknya seringkali kewalahan dalam menyiapkan kopi untuk diekspor, karena permintaannya yang tinggi.
“Tahun lalu permintaannya mencapai 30 kontainer, tetapi kami hanya bisa memenuhi 5 kontainer dari petani kami sendiri,” ungkap Inwan.
Inwan dan kelompoknya terus berupaya untuk meningkatkan mutu kopi dengan memperluas lahan dan menggunakan pupuk organik yang diproduksi dari limbah kopi dan pupuk kandang. Mereka yakin bahwa dengan pendekatan ini, mereka dapat memenuhi permintaan pasar yang terus bertambah. (LA-KS)