Denpasar, LAKSARA.ID – Sustainable development goals (SDGs) yang canangkan perserikatan bangsa-bangsa sejak beberapa tahun lalu bertujuan untuk penyelamatan kehidupan umat manusia. Akantetapi, wabah pandemi Covid-19 dan ketidakstabilan geopolitik menyebabkan progress pencapaian SDGs dalam beberapa aspek stagnan atau tidak bergerak bahkan berbalik arah. Kondisi ini menjadi ancaman bagi kemanusiaan saat ini maupun masa depan.
Hal itu terungkap pada SDG TALK SERIES 3, “Menuju 2030: Inovasi, Kolaborasi, dan Aksi untuk SDGs” yang diselenggarakan di Gedung Pasaca Sarjana Unud, Jumat (22/9) kemaren. Talkshow diselenggarakan atas kerjasama Program Pascasarjana Unud danDirektur Surat Utang Negara, Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan risiko, Kemenkeu.
Diandra Pratami dari Kantor perwakilan PBB di Indonesia atau Development Coordination Officer, Economist-UN Resident Coordinator’s Office menjelaskan bahwa SDGs diluncurkan pada tahun 2015 dan disetujui dilaksanakan di seluruh dunia dengan target tahun 2030 sudah terealisasi. “Realisasi SDGs sangat dekat dengan kehidupan masyarakat sehari-hari, misalnya mahasiswa yang sudah kuliah itu realisasi tujuan SDGs No 4 tentang Pendidikan yang layak, pagi-pagi mahasiswa mandi artinya SDGs No 6 yakni mendapat layanan air bersih dan sanitasi yang layak serta yang lainnya,” kata Diandra Pratami. Ditambahkan, berdasarkan data evaluasi pelaksanaan SDG’s seluruh dunia ternyata hanya 15% dari target. Hal ini berarti sangat sulit mencapai realisasi SDGs pada tahun 2030.
Direktur Surat Utang Negara, Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan risiko, Kemenkeu Deni Ridwan SE Ak MBIT PhD secara umum bertujuan mengentaskan kemiskinan, mengatasi kesenjangan, maupun serta melindungi lingkungan. Untuk merealisasikan SDGs di Indonesia tahun 2030 membutuhkan dana yang sangat besar yakni 27.000 trilyun rupiah sehingga dibutuhkan kolaborasi berbagai komponen di tengah-tengah masyarakat. “Saya salut dengan Universitas Udayana yang sangat aktif berkontribusi dalam mendorong percepatan realisasi SDGs. Salah satunya dengan membentuk Program Studi Magister Pembangunan dan Keuangan Berkelanjutan (MPKB), prodi ini memiliki peran ganda selain memberi literasi dan penyiapan sumber daya manusia pendukung percepatan realisasi SDGs,” tegasnya.
Pelaksana tugas (Plt) Direktur Pasca Sarjana Prof Dr Ir I Wayan Budiasa SP MP menjelaskan MPKB itu terealisasi sebagai tindak lanjut dari Kerjasama Unud dengan Bappenas tentang tentang Kolaborasi Perencanaan Pembangunan Nasional melalui Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian kepada Masyarakat; dan OJK tentang Pengembangan Sektor Jasa Keuangan, Keuangan Berkelanjutan, Edukasi Keuangan, serta Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan. “Proses pembukaan prodi ini berlangsung cepat hanya 4 bulan, karena prodi dinilai sangat urgent atau sangat dibutuhkan dalam kontribusinya untuk menjawab permasalahan global, nasional, dan lokal terkait pencapaian SDGs dan implementasi kebijakan keuangan berkelanjutan, yang telah menjadi komitmen Indonesia,” ujar Guru Besar FP Unud itu.
Prof. Budiasa menambahkan saat ini Universitas Udayana memiliki 13 fakultas dan satu pascasarjana, dengan total prodi sebanyak 122 yang terdiri atas 3 prodi Diploma III, 49 Prodi S1/S1 Terapan, 9 Program Profesi, 28 Prodi Magister, 13 Prodi Doktor, dan 20 PPDS. Dari 122 Prodi di Universitas Udayana, sebanyak 6 prodi yang dikelola program pasca sarjana, yaitu Program Profesi Insinyur (PPI), Program Magister Ilmu Lingkungan, Program Magister Ergonomi dan Fisiologi Kerja, Program Magister Hukum Kesehatan, Program Magister Pembangunan dan Keuangan Berkelanjutan, dan program Doktor Ilmu Pertanian, dikelola oleh Pascasarjana Universitas Udayana. (LA-Yog)