Denpasar, LAKSARA.ID- Kasus yang membelit warga negara asing (WNA) asal Irlandia Ciaran Francis Caulfield versus mantan karyawannya Ni Made Wiryastuti Pramesti bergulir kembali ke ranah peradilan. Setelah sebelumnya, warga Irlandia ini dijatuhi hukuman percobaan dengan vonis terbukti bersalah telah menganiaya mantan karyawannya Pramesti, kini Ciaran melakukan pelaporan balik ke pihak kepolisian atas dugaan penggelapan uang senilai ratusan juga rupiah yang diduga dilakukan mantan karyawannya yang saat itu bekerja sebagai general kasir di vila milik Ciaran, yang berada dalam jaringan PT VIP Bali Villas.
Sementara itu, Nagasari Sili Utami selaku Direktur VIP Bali Villas didampingi Tim Lawyer yang dipimpin Dr I Nyoman Sujana SH M Hum, ketika ditemui baru-baru ini di Denpasar menyebutkan bahwa kasus antara Ciaran Francis Caulfield dan Pramesti bermula ketika dirinya melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah properti vila pada Desember 2019, dan menemukan data pembelian handuk sebanyak 70 pieces, yang sudah dibayarkan cash di depan. Sedangkan di sisi lain, berdasarkan hasil pemeriksaan, jumlah handuk yang didapati hanya 50 buah. Ketika Nagasari menanyakan keseluruhan jumlah handuk yang dibeli, staf mengaku tidak tahu. Termasuk ketika ditanyakan pada Pramesti, yang malah mengelak dengan menyebutkan tidak mengerti.
“Saya kemudian menanyakan pada bos Ciaran, sehingga memerintahkan saya untuk melakukan internal audit secara keseluruhan pada tanggal 26 Desember 2019 dan semua dikumpulkan saat itu. Akhirnya terkuaklah ada penggelapan yang dilakukan oleh Pramesti, yang mencakup penggelapan uang tiping karyawan, uang koperasi dan uang perusahaan. Di mana modusnya ia mengeluarkan cek yang harusnya untuk dibayarkan pada supplier malah dicairkan ke bank untuk dirinya sendiri. Dari audit yang dilakukan, total ada 144 cek yang dicairkan adalah sebesar Rp 7 miliar yang dicairkan dalam waktu setahun, namun kemudian setelah dilakukan cross check akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa uang yang dinyatakan hilang adalah Rp 850 juta. Kerugian kita ya Rp 850 juta itu, yang bermula dari petunjuk audit handuk linen,” kata Nagasari.
Saat itu, ujar Nagasari, bos Ciaran sudah mengatakan bahwa ia tidak ingin berpanjang urusan ke polisi. “Yang penting kamu kembalikan saja uangnya yakni uang koperasi, uang karyawan serta uang perusahaan, demikian pesan Pak Ciaran pada Pramesti saat itu,” lanjut Nagasari sembari mengatakan kasus ini tengah berproses di Pengadilan Negeri Denpasar dan dalam tahap pembacaan dakwaan untuk pelaku penggelapan Pramesti.
Selanjutnya, pada proses audit tanggal 31 Desember 2019 itu, kata Nagasari, malah Pramesti kabur tidak muncul ke tempat kerja. Padahal saat itu seharusnya ia datang karena pihak perusahaan akan membuat akta notaris untuk melakukan perjanjian karena ada akta tanah yang mau digadaikan milik Pramesti sebagai bentuk keseriusannya mempertanggungjawabkan perbuatannya.
“Jadi dia tidak muncul ke kantor, justru membuat laporan kepolisian atas tuduhan penganiayaan yang katanya dilakukan oleh Pak Ciaran. Kita kan semula tidak ingin melaporkan, malah seperti ini. Pak Ciaran dibilang memukul, menyekap dan menendang. Padahal saat kejadian ada sejumlah saksi dan termasuk saya, yang benar-benar tahu kalau tidak ada kejadian kekerasan yang dilakukan Pak Ciaran pada Pramesti. Inilah yang membuat kasus penggelapan ini sangat lama berproses, karena selama 2 tahun sejak pelaporan Pak Ciaran itu, kita benar-benar berkutat pada kasus dugaan kekerasan itu,” sesalnya.
Nagasari melanjutkan, selama ini terlanjur terbentuk opini publik bahwa Ciaran sebagai warga negara asing telah seenaknya memperlakukan karyawannya yang merupakan orang Bali. Padahal kejadian sebenarnya tidak seperti itu, dan memang berita itu sengaja dibuat untuk mengalihkan dari kasus utama soal penggelapan yang dilakukan oleh Pramesti ini.