Pelalawan, LAKSARA.ID – Riau merupakan salah satu wilayah yang mempunyai luas lahan terbakar cukup tinggi pada tahun 2019, yaitu dengan luas 90.550 Ha merujuk data pada situs sipongi.menlhk.go.id
Melihat data tersebut, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) berkolaborasi dengan Badan Restorasi Gambut (BRG) mengedukasi masyarakat tentang pentingnya mengolah lahan gambut secara baik dan benar tanpa melakukan pembakaran lahan, sehingga dapat mengurangi bencana kebakaran hutan dan lahan (Karhutla).
Radito Pramono selaku Kepala Sub Direktorat Mitigasi Struktural BNPB mengatakan, Karhutla adalah bencana yang sering terjadi di Indonesia, tapi bencana karhutla dapat diantisipasi dengan cara melakukan langkah-langkah pencegahan sebelum munculnya api.
“Bencana karhutla bisa diantisipasi. Jika sebelumnya paradigma bencana dari responsif atau ketika terjadi bencana baru dilakukan tindakan, sekarang mulai berubah menjadi tindakan preventif yaitu mencegah terjadinya bencana dalam hal bencana karhutla dilakukan pencegahan dengan mengedukasi masyarakat agar tidak membuka lahan dengan cara membakar,” kata Radito saat membuka Sekolah Lapang : Mitigasi Partisipatif Karhutla di Kabupaten Pelalawan, Riau, Rabu (25/11).
Lebih lanjut Ia menambahkan, pada tahun 2020 ini bencana karhutla cenderung menurun dibandingkan dengan tahun 2019. Namun kegiatan mitigasi partisipatif karhutla tetap dilaksanakan, karena selain mencegah terjadinya karhutla, kegiatan ini dapat menjadi alternatif meningkatkan perekonomian masyarakat tanpa harus merusak lingkungan.
“Meskipun karhutla hampir terjadi setiap tahun, tahun ini trendnya mengalami penurunan yang hanya seluas 15.442 hektar, tetapi tetap perlu melakukan pencegahan dengan tujuan kedepannya tidak terjadi lagi membuka lahan dengan cara dibakar, selain itu akan diajarkan untuk menanam tanaman yang juga memiliki nilai ekonomis tinggi bagi masyarakat Pelalawan,” tambah Radito.
Kemudian Ia mengajak masyarakat untuk turut berperan aktif guna mengurangi karhutla dengan tidak membuka lahan dengan membakar dan melaporkan jika ada oknum masyarakat yang membakar lahan.
“Dengan keterlibatan bersama dari seluruh elemen, diharapkan tujuan masyarakat Indonesia tangguh bencana akan tercapai,” tutupnya.
Sementara itu Kepala Desa Petodaan Azwir menjelaskan kegiatan ini sangat bermanfaat bagi masyarakat, diharapkan para peserta yang merupakan perwakilan kelompok tani ini dapat membagikan ilmu yang didapat kepada masyarakat lainnya.
“Kita semua mewakili masyarakat yang tidak hadir, ilmu yang didapat dapat dikembangkan kepada kawan-kawan yang tidak hadir karena tidak memungkinkan mengumpulkan semua kelompok tani pada masa pandemi,” jelas Azwir.
Azwir menegaskan bahwa membuka lahan dengan cara dibakar tidak diperbolehkan dan diatur dalam peraturan yang berlaku di seluruh Indonesia.
“Mengolah lahan dengan membakar tidak diperbolehkan, ini merupakan peraturan yang berlaku bagi seluruh daerah di Indonesia,” tegasnya.
Selanjutnya Aminudin Hamzah Kepala Seksie Pengelolaan Struktur mengungkapkan selain bersama BRG, pemerintah provinsi Riau dan pemerintah kabupaten Pelalawan juga dilibatkan dalam kegiatan ini.
“Pemerintah pusat dan daerah yang diwakili BPBD Prov. Riau dan BPBD Pelalawan, guna mensosialisasikan pencegahan karhutla,” ungkap Aminudin.
Sedangkan Lukman Hakim salah seorang perwakilan peserta menyatakan, kegiatan ini merupakan kegiatan yang ditunggu-tunggu bagi masyarakat Pelalawan, karena selain memberikan teori juga diberikan praktek di lapangan sehingga peserta dapat cepat mengerti.
“Kegiatan ini adalah impian dari para warga untuk mendapatkan pelatihan dan berbagi ilmu tentang membuka dan mengolah lahan. Selama ini mendapatkan bibit dan peralatan sangat mudah, namun untuk mendapatkan ilmu belum pernah ada di desa ini,” kata Hakim.
Kegiatan Mitigasi Partisipatif karhutla kali ini dilaksanakan sejak 25 hingga 27 November 2020 di desa Petodoan, kabupaten Pelalawan, provinsi Riau dengan memberikan materi dalam kelas dan mempraktekannya di kebun / lahan.
Salah satu metode pengajaran yang digunakan kali ini adalah dengan metode Demplot. Demplot atau Demonstration Plot adalah suatu metode penyuluhan pertanian kepada petani, dengan cara membuat lahan gambut percontohan, agar petani bisa melihat dan membuktikan terhadap objek yang didemontrasikan.
Pada hari pertama peserta mendapatkan teori-teori yang disajikan oleh fasilitator BNPB, BRG dan BPBD tentang bencana karhutla, pengetahuan lahan gambut dan budidaya di lahan gambut.
Kemudian hari kedua, peserta diberikan teori dan praktik bagaimana memanfaatkan bahan-bahan yang tersedia dari alam seperti jantung pisang, eceng gondok, telur keong mas, air kelapa, kacang hijau dan bahan alami lainnya untuk diolah menjadi pupuk tanpa harus membeli pupuk di pasaran. Pemanfaatan pupuk dari alam ini selain menekan biaya operasional, juga untuk menyuburkan tanah dan tumbuhan serta tidak memberikan dampak buruk bagi petani dibandingkan dengan menggunakan bahan kimia.
Adapun hari ketiga peserta mempraktikan metode Demplot dengan diberikan pelatihan bagaimana mengolah tanah gambut, memilih bibit tanaman yang cocok pada lahan gambut, dan pemberian pupuk yang tepat sesuai dengan fungsi masing-masing dengan memberikan tambahan vitamin yang juga dibuat dari bahan-bahan alami yang mudah didapatkan sehari-hari agar menjadi produk yang unggul dan terhindar dari hama.
Sebelumnya kegiatan ini telah dilaksanakan di lima lokasi, yaitu di Kab. Kubu Raya Kalimantan Barat, Kab. Balangangan, Kalimantan Selatan, Kab. Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, dan Kab. Tanjung Jabung Timur, Jambi, serta Kab. Musi Banyuasin, Sumatera Selatan.
Kegiatan ini senada dengan imbauan Kepala BNPB Doni Monardo tentang tiga langkah pencegahan untuk mencegah karhutla terjadi.
Pertama mengembalikan kodrat gambut yang basah, berair, dan berawa. Kedua, mengubah perilaku agar masyarakat mengintervensi pihak yang berupaya membakar lahan untuk membuka lahan. Ketiga, membentuk satgas di setiap daerah untuk memantik kepedulian dalam penanganan bencana.
Dengan langkah-langkah pencegahan seperti penempatan personil yang tepat serta didukung dengan sarana dan prasarana yang memadai diharapkan upaya penanganan bencana karhutla dapat berjalan dengan maksimal sehingga kerugian materi maupun korban jiwa dapat berkurang. (LA – PL)