Badung, Laksara.id – Wakil Gubernur Bali, I Nyoman Giri Prasta, merasa sangat senang menyaksikan warga Desa Adat Sidan, Desa Belok Sidan bergotong royong dan erat menjaga kelestarian budaya Bali, terutama yang menyatu dengan adat istiadat dan yadnya. “Saya bersyukur warga di sini memiliki rasa solidaritas dan tanggung jawab terhadap keberlangsungan adat istiadat dan budaya yang ada sejak dahulu, yang diwariskan secara turun-temurun. Terlebih Desa Adat Sidan, khususnya Desa Belok Sidan, memiliki petapakan yang disungsung dan setiap enam (6) bulan sekali disucikan kembali secara berkesinambungan,” ujarnya saat menghadiri Upacara Nebes Ratu Tapakan di Pura Desa, Desa Adat Sidan, Desa Belok Sidan, Badung, Jumat (14/11).
Pada kesempatan ini, Wagub Bali yang didampingi Wakil Bupati Badung, Bagus Alit Sucipta, turut melaksanakan Upacara Nebes Ratu Tapakan sebagai simbol dimulainya perbaikan (ngodak) terhadap palinggihan (tempat Ida Betara berupa barong).
Sebanyak tujuh belas (17) barong akan diperbaiki dengan menggunakan dana hibah sebesar Rp1.376.580.000 dari Pemerintah Kabupaten Badung, setelah sebelumnya terakhir diperbaiki sekitar 15 tahun lalu.
Wagub Giri Prasta menyampaikan pesan agar warga setempat tetap saguyub salunglung sabayantaka, paras-paros, lan saling asah, asih, asuh, sehingga tercipta kasukertan sane gemah ripah loh jinawi, tata titi tentrem kerta raharja.
Tidak lupa, beliau juga menceritakan asal-usul keberadaan barong di Desa Adat Sidan. Konon, Dewa Ciwa memiliki istri bernama Dewi Parwati yang ditugaskan mencari lembu putih. Untuk membantu istrinya, Dewa Ciwa menyamar menjadi rare angon.
Singkat cerita, ketika menjalankan tugasnya, Dewi Parwati sempat membakar lontar tenung. Hal itu menyebabkan Desa Plaga tidak lagi memiliki balian (dukun sakti), melainkan barong merah. Karena membakar lontar tenung, Dewi Parwati kemudian dikutuk menjadi Dewi Durga. Suatu ketika, Dewa Ciwa merindukan istrinya dan menyamar menjadi bairawi (barong merah). Pertemuan antara Dewa Ciwa dan Dewi Durga hingga kini ditandai melalui momen “ngereh” di setra. Setelah itu lahirlah empat anak: Kepah, Kepuh, Pule, dan Punyan Jaran. Punyan Jaran kini dikenal sebagai bunga jepun, sehingga setiap pura, merajan, atau tempat suci diwajibkan memiliki pohon jepun sebagai simbol manifestasi putra Dewa Ciwa dan Dewi Durga (Bairawi).
Pada kesempatan tersebut, Wagub Giri Prasta juga menyerahkan punia sebesar Rp25 juta. (LA-IN)
